“Tak pernah terbayang dalam benakku tuk bertemu dia
lagi”, begitu tulisan yang terbaca di status Yahoo Messenger (YM)
seorang sahabat, ku ajukan sebuah pertanyaan, “habis ketemu siapa
tuh..?”, ku duga pasti ini mengenai kisah cinta, dan betul saja, maka
mengalirlah kisah kasih yang tak sampai.
Pernahkan anda mencintai seorang lawan jenis sedemikian hebatnya, sampai-sampai merasa bahwa inilah cinta sejati anda? Pernahkah anda merasakan bahwa ada seseorang yang sedemikian menariknya dan merasa bahwa ia adalah orang yang paling tepat tuk bersama-sama mengarungi hidup? Dan pernahkan pula anda merasa bahwa ternyata, cinta anda bertepuk sebelah tangan, harapan-harapan anda pupus terhempas realita, dan kesedihan anda begitu menguasai jiwa?
Malam-malam terlewati disertai air mata yang
mengalir, hari-hari dilalui dengan kehampaan yang menyelimuti, dan anda
hidup di dunia bagaikan sesosok mahluk tanpa nyawa yang sembari menekan
rasa sakit di dalam hati akibat cinta yang tak seindah harapan.Patah
hati memang telah lama menjadi sumber inspirasi. Entah telah berapa
banyak karya-karya sastra yang dibangun berdasarkan pengalaman pahit
cinta ini. Lagu-lagu tercipta dengan indah ketika sang pengarang sedang
merasakan kepedihan patah hati; puisi-puisi terlantun menyedihkan
bertebaran menemani sang penyair yang sedang dirundung kesedihan patah
hati; novel maupun cerpen mengalir menuturkan pedihnya patah hati.
Sadari saudaraku, bahwa sesungguhnya tak pantas kita merasa patah hati. Hati seorang muslim itu terlalu lembut tuk bisa patah. Hanya meraka yang memiliki hati yang keraslah yang mungkin merasakan patah hati. Hanya mereka yang menempuh jalan yang berlikulah yang pantas tuk patah hati. Mereka yang telah berusaha menapaki jalan lurus, tidak seharusnya dan tidak boleh merasa patah hati.
Ketika kita telah mengajukan lamaran dan mengajak
seseorang tuk menikah dan ditolak, maka tidak perlu ia merasa patah
hati. Toh ia telah menjalankan suatu ibadah, membuktikan niatan suci
dalam hati, dan berusaha menjalani sunnah dengan menikah, dan menjaganya
dari cara-cara yang tidak diridhoiNya.
Ada pelajaran yang sangat berharga dari Bilal bin Rabah, muadzin kecintaan Rasulullah SAW tentang meminang. Ketika ia bersama Abu Ruwaihah menghadap Kabilah Khaulan, Bilal mengemukakan: “Saya ini Bilal, dan ini saudaraku. Kami datang untuk meminang. Dahulu kami berada dalam kesesatan kemudian Allah memberi petunjuk. Dahulu kami budak-budak belian, kemudian Allah memerdekakan…,” kata Bilal. Kemudian ia melanjutkan, “Jika pinangan kami Anda terima, kami panjatkan ucapan Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah. Dan kalau Anda menolak, maka kami mengucapkan Allahu Akbar. Allah Maha Besar.”
Bukankah sebagai seorang muslim, ketika ia telah meniatkan suatu kebaikan maka Allah kan mencatatnya sebagai suatu amalan, apalagi kalau dia telah menjalankannya. Terlepas dari apapun hasilnya.
Dari Abdullah bin Abbas r.a. berkata: Rasulullah
SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah mencatat segala hasanat (kebaikan)
dan sayyiat (kejahatan) kemudian menjelaskan keduanya maka barangsiapa
yang berniat akan melakukan kebaikan lalu dikerjakannya maka akan
dicatat untuknya sepuluh hasanat mungkin ditambah hingga tujuh ratus
kali lipat atau lebih dari itu. Dan apabila ia berniat akan melakukan
sayyiat (kejahatan) lalu tidak dikerjakannya maka Allah mencatat baginya
satu hasanat dan jika niat itu dilaksanakannya maka ditulis baginya
satu sayyiat.” (HR. Bukhari – Muslim)
Setiap orang berhak tuk menerima atau menolak pinangan, baik laki-laki maupun perempuan. Dan sudah seharusnya kita bisa berbesar hati dan bersikap dewasa dalam menerima segala keputusan. Apalagi keputusan menikah yang merupakan salah satu hal yang sangat besar.
Allah swt berfirman,
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS. An-Nisaa’: 21)
Kalimat “mitsaqon ghalidza” atau “perjanjian yang kokoh” yang digunakan, sama persis seperti yang digunakan pada ayat,
Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula), kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh. (QS. An-Nisaa’: 154)
Maka dari itu, jika pertimbangan yang mesti dilakukan terlalu hati-hati, dan keputusan yang harus diambil merupakan keputusan yang mungkin terasa berat (diterima sebagian pihak), maka haraplah maklum.
Toh, itu semua kita jalani atas landasan cinta
kepada Allah. Bukankah itu semua kita jalani atas niatan karena Allah
semata, demi meraih ridhoNya, tuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Maka
dari itu, tiada alasan bagi kita tuk merasa patah hati.
Sungguh Allah sangat menyayangi hamba-hambanya yang beriman,
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisaa’: 29)
Dan sungguh Allah adalah zat yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Dan sudah barang tentu, Ia kan memberikan kita, pilihan yang terbaik menurutNya.
Semoga kita bisa bercermin dari kisah nabi Yusuf AS, ketika beliau dihadapkan pada cobaan besar dan ujian yang berat, bukan hanya sehari maupun dua hari, namun tahunan, dengan pilihan-pilihan yang serba terbatas. Dengarkanlah bagaimana perkataan beliau,
Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Yusuf: 100)
Ingat satu hal, “Pejuang Cinta Takkan Pernah Kalah”, karena orientasi cinta yang ada di dirinya adalah orientasi cinta yang menembus awan dunia dan bermuara pada cinta kepada Rabbnya. Semoga kita bisa menjadi “Pejuang Cinta Sejati”… Amin—
Sungguh Allah sangat menyayangi hamba-hambanya yang beriman,
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisaa’: 29)
Dan sungguh Allah adalah zat yang maha mengetahui lagi maha bijaksana. Dan sudah barang tentu, Ia kan memberikan kita, pilihan yang terbaik menurutNya.
Semoga kita bisa bercermin dari kisah nabi Yusuf AS, ketika beliau dihadapkan pada cobaan besar dan ujian yang berat, bukan hanya sehari maupun dua hari, namun tahunan, dengan pilihan-pilihan yang serba terbatas. Dengarkanlah bagaimana perkataan beliau,
Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Yusuf: 100)
Ingat satu hal, “Pejuang Cinta Takkan Pernah Kalah”, karena orientasi cinta yang ada di dirinya adalah orientasi cinta yang menembus awan dunia dan bermuara pada cinta kepada Rabbnya. Semoga kita bisa menjadi “Pejuang Cinta Sejati”… Amin—
Jakarta, 28 Januari 2008
Syamsul Arifin (genkeis.multiply.com)
Untuk yang pernah bersedih karena “cintanya
telah menang”, bergembiralah merayakan cinta, dan sambutlah (cari, -red)
cinta yang telah Allah siapkan untukmu
0 comments:
Post a Comment